Minggu, 23 Januari 2022

Cerita Masa Lalu - Masuk Sekolah Dasar

Saya mulai masuk sekolah dasar pada saat usia saya masih 5 tahun. Tepatnya di tahun 1990, orang tua saya merasa sebaiknya saya sudah mulai ikut kegiatan belajar di sekolah meskipun statusnya cuma diikutkan, bukan sebagai murid yang terdaftar resmi. Saya kurang tahu, tetapi waktu itu memang tidak ada istilahnya uang pembayaran masuk sekolah yang saat sekarang ini nilainya sudah sampai jutaan rupiah. Bahkan untuk sekolah unggulan bisa sampai puluhan juta rupiah. Jadi orang tua saya merasa saya sebaiknya ikut saja sekolah belajar di kelas 1 karena waktu itu di dekat rumah belum ada sekolah TK.

Sewaktu mau masuk sekolah, saya tidak diberitahu bahwa saya akan disekolahkan. Di hari pertama masuk sekolah, bahkan saya tidak tahu mengapa saya disuruh datang ke sekolah. Tiba-tiba saja disuruh ikut belajar, membaca, menulis dan berhitung. Seingat saya waktu itu pelajarannya cuma 3, yaitu Matematika (berhitung), Bahasa Indonesia (membaca) dan Olahraga. Syukur alhamdulillah saya termasuk murid yang cukup cepat untuk bisa membaca, menulis dan berhitung. Tetapi kendala utama waktu itu adalah saya suka menulis menggunakan tangan kiri. Saya sampai ditegur berkali-kali karena dipaksa menulis menggunakan tangan kanan. Jika tidak ada yang melihat, saya selalu curi-curi kesempatan untuk menulis menggunakan tangan kiri. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya saya bisa terbiasa menulis menggunakan tangan kanan.

Untuk makan saya juga mengalami kendala yang sama, yaitu saya tidak terbiasa menggunakan tangan kanan. Namun untuk hal ini, dengan dalil pelajaran Agama Islam, guru-guru dan orang tua saya selalu gigih untuk menasehati saya agar saat makan menggunakan tangan kanan untuk suap atau memegang sendok. Oleh karena itu, meskipun saya termasuk orang kidal yang hampir segala sesuatu dalam kegiatan sehari-hari menggunakan anggora tubuh (tangan dan kaki) sebelah kiri termasuk cebok jika habis buang air, namun untuk kegiatan menulis dan makan saya sudah terbiasa menggunakan tangan kanan. Mungkin istilahnya kidal setengah-setengah.

Kembali ke kegiatan sekolah tadi, salah satu hal berkesan waktu itu adalah sewaktu saya mendapatkan seragam dan tas sekolah pertama saya. Saya ingat waktu itu saya dibelikan tas punggung berwarna merah bergambar Batman. Harganya mungkin tidak lebih 10 ribu rupiah karena di tahun 1990 harga-harga masih stabil. Uang jajan saya waktu itu kalau diberi oleh Ibu paling banyak 100 rupiah, bisa beli jajan 4 buah karena waktu itu rata-rata harga jajan 25 rupiah per buah. Bahkan ada beberapa permen yang harganya 25 rupiah dapat 2 buah. Jajanan favorit biasanya kerupuk, kwaci, mie-mie, cup-cup. Kadang juga permen karet Yosan (yang sampai sekarang belum ketemu huruf N-nya), mainan balon tiup yang jika sudah membesar dan mulai bocor langsung ditepokin ke muka untuk dijadikan topeng.

Tetapi keluarga saya tidak termasuk keluarga yang berada, jadi uang jajan tidak mesti saya dapatkan setiap hari. Jika waktu istirahat di sekolah (istilahnya keluar main) yang ditandai dengan bunyi bel 2 kali, lebih banyak dihabiskan dengan bermain bersama teman-teman sekolah. Tapi percaya atau tidak, hal itu lah yang paling kurindukan saat ini jika mengingat masa-masa itu. Tanpa mainan-mainan yang modern atau pun gawai yang canggih, kebahagian dari permainan-permainan anak-anak di masa kami sangat memuaskan.

Beberapa permainan yang masih saya ingat namanya antara lain kejar-kejaran (makkawa-kawa), makkenja', masseng, massallo, mabbong, massanto'. Pernah juga ada permainan main pedang-pedang dari dahan pohon yang terinspirasi dari film-film perang zaman dulu. Kadang juga main lompat tali yang kita namai mayyeyye. Kalau permainan ini saya kurang bisa karena postur saya termasuk anak kecil yang lompatannya terbatas.

(Bersambung...)


Cerita Masa Lalu - Pekerjaan di Sawah

Saya mulai mengingat pengalaman hidup saya saat berusia sekitar 5 tahun. Saya ingat dulu sering diikutkan ke sawah untuk melihat yang orang-orang kerjakan di sana. Dulu kami punya ternak sapi beberapa ekor yang dilepas di tanah dekat sawah. Bahkan saya ingat dulu Bapak saya masih punya peralatan membajak sawah yang ditarik oleh sapi. Namun waktu itu alat bajaknya sudah tidak dipakai karena untuk membajak sawah sudah menggunakan traktor yang cukup memudahkan dalam mempersiapkan sawah sebelum ditanami bibit padi. Kebanyakan petani menggunakan traktor untuk membajak sawah karena cukup memudahkan dan menghemat waktu tanpa perlu mencangkul lagi. Untuk petani yang belum mempunyai traktor sendiri, bisa menyewa ke orang yang punya traktor. Biaya sewa akan dibayar setelah panen nanti. Selain menggunakan traktor, beberapa orang yang sawah garapannya tidak cukup luas memilih untuk mencangkul sendiri sawahnya untuk menghemat biaya sewa traktor.

Saya kurang ingat tepatnya kapan, yang pastinya saat saya masih sekolah SD, Bapak saya juga sudah bisa untuk membeli traktor sendiri. Mungkin bisa dibilang bahwa traktor merupakan investasi yang baik saat itu. Selain karena sawah garapan Bapak saya cukup luas, traktor yang dibeli tadi bisa juga dipakai untuk mengerjakan sawah petani lain agar terdapat pemasukan tambahan saat panen nanti, yaitu pembayaran sewa traktor dari petani yang menggunakan jasa traktor Bapak saya.

Oh iya, Bapak saya selain menggarap sawah milik sendiri, waktu itu Bapak saya juga dipercaya menggarap sawah oleh beberapa pemilik sawah yang tidak sempat untuk menggarap sawahnya sendiri. Ini karena Bapak saya yang merupaka petani yang cukup totalitas dalam mengerjakan pekerjaannya tersebut. Indikasi utamanya bisa dilihat dari cara pengelolaan tanaman padi yang cukup telaten, pupuk dan pestisida yang digunakan cukup lengkap, dan hasil panen yang lebih banyak dibanding kebanyakan petani lain untuk luas sawah garapan yang sama.

Saya gambarkan sedikit mengenai penggarapan sawah sampai bisa panen padi yaa. Awalnya sawah yang sudah dipanen tanaman padinya akan tersisa jerami-jerami yang sudah mengering. Selain itu akan mulai tumbuh rumput-rumput atau biasa disebut gulma. Nah, untuk bisa mulai ditanami tanaman padi kembali, sawah tersebut harus dibajak sedemikian rupa agar sisa-sisa jerami dan rumput tadi bersih. Caranya adalah sawah diairi dengan air terlebih dahulu agar tanah sawah menjadi lembek/lumpur. Tujuannya agar sawah mudah untuk dibajak nantinya. Setelah sawah sudah diairi dan tanah menjadi lembek, sudah bisa dilakukan pembajakan. Alat bajak (dakkala) ini didesain sedemikian rupa sehingga nanti tanah yang dibajak akan tergali dan dibalik. Dengan begitu, sisa-sisa jerami dan rumput akan tertimbun. Setelah beberapa hari, sawah yang sudah dibajak tadi kemudian dikerjakan lagi oleh traktor, namun kali ini tidak memakai alat baja, tetapi alat yang bernama berondongan (gelenrong) untuk memecahkan tanah hasil bajakan tadi. Setelah beberapa kali diberondong dan sawah sudah mulai bersih dari rumput-rumput yang masih tersisa, sawah masih perlu ditraktor lagi dengan menggunakan alat yang bernama garu (selaga). Tujuannya untuk meratakan tanah agar pengairan sawah pada masa penggarapan nanti menjadi bagus. Pada masa penggarapan, ada kalanya air sawah harus dikeluarkan semua sampai tidak ada tersisa, misalnya pada saat penyemprotan gulma. Jika tanah tidak rata, maka pada saat air sawah dikeluarkan, akan ada air yang tersisa/tergenang dan hasil penyemprotan gulma tidak akan optimal. Akibatnya akan timbul gulma yang cukup banyak yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Oleh karena itu pekerjaan meratakan sawah ini termasuk cukup penting.

Setelah sawah selesai diratakan, maka sudah siap ditanamai oleh bibit padi. Dahulu kala bibit padi dibuat persemaian tersendiri di sudut-sudut sawah dan ditunggu sampai sekitar sebulan hingga tinggi bibitnya mencapai sekitar 30 cm. Bibit yang sudah besar ini kemudian dicabut kemudian ditanam kembali ke seluruh hamparan sawah. Inilah yang dinamakan proses menanam padi. Dibutuhkan waktu yang cukup lama dan juga tenaga yang tidak sedikit untuk bisa menyelesaikan menanam bibit padi di sawah yang cukup luas. Biasanya menanam padi tidak dikerjakan sendiri, dibutuhkan kerja sama dengan keluarga, tetangga maupun teman-teman sesama petani. Bahkan tidak jarang orang membayar sekelompok orang yang menyediakan jasa menanam padi agar tidak perlu capek-capek menanam padi sendiri. Tentunya ada konsekuensi biaya di sini.

Setelah selesai menaman padi, selanjutnya selama proses penggarapan dilakukan pemupukan, penyemprotan gulma (herbisida), penyemprotan hama (insectisida) dan lain-lain. Jika hasil penyemprotan masih menyisakan gulma, maka gulma tersisa harus dicabut manual agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Selain itu harus diperhatikan juga penyakit-penyakit yang mungkin menyerang tanaman padi. Seingat saya dulu ada namanya kena penyakit merah, yaitu tanaman padi menjadi kerdil dan daunnya menjadi merah. Biasanya tanaman yang kena penyakit ini tidak akan bisa tumbuh sampai menghasilkan buah sehingga biasanya akan dicabut saja. Selain itu ada juga hama tikus yang biasa menyerang tanaman padi. Penanggulangannya biasanya dengan menyebar racun tikus di pematang sawah.

Umur tanaman padi sampai bisa panen sekitar 5 bulan. Sekitar 40 hari sebelum perkiraan panen, air sawah biasanya dikeluarkan agar pada saat waktu panen nanti tanah sawah menjadi keras dan memudahkan proses panen. Proses mengeluarkan air sawah ini biasa disebut "mappemetti". Pada waktu ini, biasanya ikan-ikan yang ada di sawah juga ukurannya sudah besar-besar sehingga di pematang sawah tempat air sawah dikeluarkan dipasang bubu untuk menjebak ikan yang ada di sawah agar tidak lolos keluar. Ini merupakan cara paling mudah menangkap ikan karena prosesnya hanya menunggu. Hanya saja perlu persiapan berupa alat bubu itu sendiri, kemudian saat peroses pemasangannya di pematang sawah harus sedemikian rupa agar ikan-ikan tidak lolos ke samping bubu. Biasanya bubu dipasang di sore hari, kemudian hasilnya diambil besok paginya. Namun perlu hati-hati jika saat akan mengambil hasil ikan yang ada di bubu, karena selain ikan biasanya ada makhluk lain yang tidak diinginkan. Paling sering yang ikut masuk bubu adalah ular. Kadang ada juga kepiting sawah.

Mendekati waktu panen, saat bulir-bulir padi sudah keluar dan ranum menguning, biasanya pekerjaan di sawah sudah tidak terlalu seintens sebelumnya. Namun kadang ada pekerjaan yang biasanya diserahkan kepada saya di fase ini. Yaitu mengusir burung yang hinggap di sawah dan memakan buah padi. Biasanya saya disuruh mengawasinya sehabis waktu ashar karena biasanya waktu tersebut yang banyak burung makan padi. Saya biasanya datang dengan senjata ketapel (petta') dan beberapa batu kecil untuk amunisinya.

Musim panen merupakan saat yang paling ditunggu-tunggu. Di fase ini lah hasil jerih payah kita sejak awal menggarap sawah bisa kita dapatkan. Di saat buah padi sudah menguning, waktunya panen dengan berbagai cara. Dulu saya masih mendapatkan cara panen padi yang masih manual. Tanaman padi dipotong menggunakan sabit pada bagian pangkal batang tanaman, kemudian dikumpulkan di salah satu tempat tertentu di sawah dengan rapi. Di situ padi dirontokkan menggunakan alat khusus yang terbuat dari kayu, namanya sampa'. Alat ini berfungsi untuk merontokkan padi, yaitu memisahkan buah padi dari batangnya yang disebut jerami. Di bawah alat perontok disiapkan tikar untuk menampung butiran-butiran padi, sedangkan sisa jerami yang telah dirontokkan padinya dibuang. Buah padi yang tertampung di tikar tadi mesti dianginkan lagi untuk memisahkan butiran padi yang kosong dengan yang berisi. Biasanya menggunakan piring kemudian buah padi diangkat setinggi badan kemudian dijatuhkan sambil tertiup angin. Buah padi yang berisi akan turun lurus ke bawah, sedangkan yang kosong akan terlempar tertiup angin karena bobotnya yang ringan. Metode panen seperti ini memerlukan kerja sama dan jumlah orang yang cukup banyak agar pekerjaan panen bisa selesai dengan cepat.

Seiring berjalannya waktu, metode panen padi semakin maju. Jika di awal menggunakan kayu untuk merontokkan padi, selanjutnya menggunakan alat perontok yang digerakkan oleh mesin diesel. Yang terakhir sekarang menggunakan mesin yang full otomatis yang bernama combine harvester dimana alatnya berupa mobil mirip traktor yang langsung menjelajahi seluruh area sawah untuk memanen buah padi dengan hanya beberapa orang.