Saya mulai masuk sekolah dasar pada saat usia saya masih 5 tahun. Tepatnya di tahun 1990, orang tua saya merasa sebaiknya saya sudah mulai ikut kegiatan belajar di sekolah meskipun statusnya cuma diikutkan, bukan sebagai murid yang terdaftar resmi. Saya kurang tahu, tetapi waktu itu memang tidak ada istilahnya uang pembayaran masuk sekolah yang saat sekarang ini nilainya sudah sampai jutaan rupiah. Bahkan untuk sekolah unggulan bisa sampai puluhan juta rupiah. Jadi orang tua saya merasa saya sebaiknya ikut saja sekolah belajar di kelas 1 karena waktu itu di dekat rumah belum ada sekolah TK.
Sewaktu mau masuk sekolah, saya tidak diberitahu bahwa saya akan disekolahkan. Di hari pertama masuk sekolah, bahkan saya tidak tahu mengapa saya disuruh datang ke sekolah. Tiba-tiba saja disuruh ikut belajar, membaca, menulis dan berhitung. Seingat saya waktu itu pelajarannya cuma 3, yaitu Matematika (berhitung), Bahasa Indonesia (membaca) dan Olahraga. Syukur alhamdulillah saya termasuk murid yang cukup cepat untuk bisa membaca, menulis dan berhitung. Tetapi kendala utama waktu itu adalah saya suka menulis menggunakan tangan kiri. Saya sampai ditegur berkali-kali karena dipaksa menulis menggunakan tangan kanan. Jika tidak ada yang melihat, saya selalu curi-curi kesempatan untuk menulis menggunakan tangan kiri. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya saya bisa terbiasa menulis menggunakan tangan kanan.
Untuk makan saya juga mengalami kendala yang sama, yaitu saya tidak terbiasa menggunakan tangan kanan. Namun untuk hal ini, dengan dalil pelajaran Agama Islam, guru-guru dan orang tua saya selalu gigih untuk menasehati saya agar saat makan menggunakan tangan kanan untuk suap atau memegang sendok. Oleh karena itu, meskipun saya termasuk orang kidal yang hampir segala sesuatu dalam kegiatan sehari-hari menggunakan anggora tubuh (tangan dan kaki) sebelah kiri termasuk cebok jika habis buang air, namun untuk kegiatan menulis dan makan saya sudah terbiasa menggunakan tangan kanan. Mungkin istilahnya kidal setengah-setengah.
Kembali ke kegiatan sekolah tadi, salah satu hal berkesan waktu itu adalah sewaktu saya mendapatkan seragam dan tas sekolah pertama saya. Saya ingat waktu itu saya dibelikan tas punggung berwarna merah bergambar Batman. Harganya mungkin tidak lebih 10 ribu rupiah karena di tahun 1990 harga-harga masih stabil. Uang jajan saya waktu itu kalau diberi oleh Ibu paling banyak 100 rupiah, bisa beli jajan 4 buah karena waktu itu rata-rata harga jajan 25 rupiah per buah. Bahkan ada beberapa permen yang harganya 25 rupiah dapat 2 buah. Jajanan favorit biasanya kerupuk, kwaci, mie-mie, cup-cup. Kadang juga permen karet Yosan (yang sampai sekarang belum ketemu huruf N-nya), mainan balon tiup yang jika sudah membesar dan mulai bocor langsung ditepokin ke muka untuk dijadikan topeng.
Tetapi keluarga saya tidak termasuk keluarga yang berada, jadi uang jajan tidak mesti saya dapatkan setiap hari. Jika waktu istirahat di sekolah (istilahnya keluar main) yang ditandai dengan bunyi bel 2 kali, lebih banyak dihabiskan dengan bermain bersama teman-teman sekolah. Tapi percaya atau tidak, hal itu lah yang paling kurindukan saat ini jika mengingat masa-masa itu. Tanpa mainan-mainan yang modern atau pun gawai yang canggih, kebahagian dari permainan-permainan anak-anak di masa kami sangat memuaskan.
Beberapa permainan yang masih saya ingat namanya antara lain kejar-kejaran (makkawa-kawa), makkenja', masseng, massallo, mabbong, massanto'. Pernah juga ada permainan main pedang-pedang dari dahan pohon yang terinspirasi dari film-film perang zaman dulu. Kadang juga main lompat tali yang kita namai mayyeyye. Kalau permainan ini saya kurang bisa karena postur saya termasuk anak kecil yang lompatannya terbatas.
(Bersambung...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar